Kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden Republik Indonesia dipuji oleh Kishore Mahbubani, seorang peneliti terkemuka Asia Research Institute di National University of Singapore. Kishore Mahbubani merupakan penulis Has China Won? (Humas, 2020). Ia terpilih sebagai salah satu dari 50 pemikir dunia terbaik versi majalah Prospect pada tahun 2014. Dia juga dikenal sebagai dosen dan Profesor Praktik Kebijakan Publik pada Kebijakan Publik Lee Kuan Yew School, Universitas Nasional Singapura.
Dalam tulisannya yang berjudul "The Genius of Jokowi", Kishore Mahbuban membeberkan banyak prestasi Jokowi selama memimpin Indonesia yang dikenal sebagai negara besar dan terdiri dari beragam etnis. Tulisan Kishore Mahbuban ini bisa diakses di Project Syndicate yang dipublikasikan pada 6 Oktober 2021. Profesor Kishore Mahbubani memulai tulisannya dengan mengulas sedikit soal pemerintahan Afghanistan yang runtuh baru baru ini dimana seluruh dunia menyaksikannya.
Berbeda dengan Indonesia, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar dunia ini justru menghasilkan pemimpin yang dipilih secara demokratis di dunia yakni Presiden Joko Widodo yang dikenal sebagai Jokowi. Profesor Kishore Mahbuban menyebut terpilihnya Jokowi sebagai Presiden RI semakin luar biasa karena Jokowi telah berhasil memimpin salah satu negara paling rumit di dunia untuk diperintah. Indonesia secara geografis adalah negara besar.
Indonesia membentang 5.125 kilometer (3.185 mil) dari timur ke barat, membuatnya lebih luas dari benua Amerika Serikat dan terdiri dari 17.508 pulau. Selain itu, hanya sedikit negara besar yang dapat menandingi keragaman etnis Indonesia. Ketika ekonomi Indonesia menyusut 13,1% pada tahun 1998 sebagai akibat dari krisis keuangan Asia, banyak pakar meramalkan bahwa Indonesia akan runtuh seperti Yugoslavia.
Namun kenyataannya pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap membaik. Jokowi dinilai telah melakukan lebih dari sekadar memerintah secara kompeten. Dia telah menetapkan standar pemerintahan baru yang seharusnya membuat iri negara negara demokrasi besar lainnya. Di awal menjabat presiden Indonesia, Jokowi telah menjembatani kesenjangan politik Indonesia.
Profesor Kishore Mahbubani menjelaskan bahwa hampir satu tahun setelah Joe Biden memenangkan pemilihan presiden AS pada 2020 namun 78% pendukung dari Partai Republik masih tidak percaya dia terpilih secara sah. Biden menjabat sebagai senator AS selama 36 tahun tetapi dia tidak dapat memulihkan perpecahan di Amerika setelah Pilpres. Sebaliknya, capres dan cawapres yang dikalahkan Jokowi dalam pemilihannya kembali 2019 yakni Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno kini menjabat di kabinetnya (masing masing sebagai menteri pertahanan dan menteri pariwisata).
Lebih khusus lagi, Profesor Kishore Mahbubani mengatakan jika Jokowi telah membalikkan momentum pertumbuhan partai partai politik paling “Islamis” di Indonesia yang sebagian diantaranya menjadi partai inklusif. Sementara Presiden Jair Bolsonaro justru telah memperdalam perpecahan di Brasil, negara yang populasinya mirip dengan Indonesia. Profesor Kishore Mahbubani mengatakan Jokowi telah menyatukan kembali negaranya secara politik.
"Seperti yang dia katakan kepada saya dalam sebuah wawancara baru baru ini bahwa Pilar ketiga ideologi Indonesia, Pancasila, menekankan persatuan dalam keragaman.” Untuk itu, koalisi yang dibangun Jokowi berhasil mensahkan Omnibus Law tahun lalu, yang bertujuan untuk meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja baru. Pengalaman pribadi Jokowi tentang kemiskinan adalah kunci untuk memahami pencapaiannya.
Jokowi sukses berkarir di politik, dia adalah gubernur Jakarta sebelum menjadi presiden RI. Dia bisa mendirikan perusahaan dan menjadi miliarder seperti yang dilakukan banyak politisi. Tetapi kesejahteraan orang miskin tetap menjadi fokus Jokowi dan tidak mengherankan bahwa pemerintahannya telah memberikan banyak program untuk membantu warga miskin.
Pada tahun 2016, misalnya, pemerintah melakukan redistribusi tanah kepada masyarakat miskin melalui formalisasi kepemilikan tanah. Jokowi juga memperkenalkan Kartu Indonesia Sehat (Kartu Indonesia Sehat) dan skema jaminan kesehatan nasional baru, yang ditujukan untuk memberikan perawatan kesehatan bagi warga. Demikian pula, pemerintah meluncurkan Kartu Indonesia Pintar (Kartu Indonesia Pintar) untuk meningkatkan partisipasi sekolah dan mencapai pendidikan universal, dan menyelenggarakan program bantuan tunai untuk masyarakat miskin (Program Keluarga Harapan).
Sebelum Jokowi menjabat pada tahun 2014, koefisien Gini ketimpangan kekayaan Indonesia terus meningkat, dari 28,6 pada tahun 2000 menjadi 40 pada tahun 2013. Koefisien kemudian menurun menjadi 38,2, penurunan signifikan pertama dalam 15 tahun. Namun, tidak seperti banyak pemimpin yang menganjurkan program besar pemerintah untuk membantu orang miskin, Jokowi bijaksana secara fiskal. Utang Indonesia rendah menurut standar internasional, kurang dari 40% dari PDB. Pada saat yang sama, Jokowi adalah seorang 'pengusaha' yang gigih. Sebagai mantan eksportir furnitur, ia memahami betul tantangan yang dihadapi usaha kecil.
Karena itu, dia menggunakan popularitasnya untuk mendorong melalui langkah langkah yang penuh tantangan seperti mereformasi undang undang perburuhan untuk memungkinkan perusahaan menghemat di masa masa sulit dan menghilangkan subsidi bahan bakar. Jokowi juga berkomitmen untuk pembangunan infrastruktur. Selama masa kepresidenannya, pemerintah telah membangun jalan raya di seluruh Indonesia, dari Aceh di barat hingga Papua di timur. Di Sumatera, jalur kereta api sepanjang 2.000 kilometer direncanakan dari Banda Aceh di utara hingga Lampung di selatan.
Proyek lain yang diusulkan termasuk kereta api sepanjang 1.000 kilometer di seluruh Sulawesi dan pengembangan jalur kereta api jarak jauh di Kalimantan. Sementara itu, jaringan kereta bawah tanah Jakarta berkembang pesat, mengurangi beberapa kemacetan lalu lintas terburuk di dunia. Di Jawa, lebih dari 700 kilometer jalan tol (termasuk jalan tol Trans Jawa) dibangun antara tahun 2015 dan 2018, suatu prestasi yang dulu dianggap mustahil, mengingat hanya 220 kilometer jalan yang dibangun di pulau itu pada dekade sebelumnya.
Reformasi Jokowi membantu meningkatkan peringkat Indonesia dalam indeks Doing Business Bank Dunia dari peringkat 120 pada 2014 menjadi peringkat 73 pada 2020. Saat ini, Indonesia seharusnya menikmati ledakan ekonomi tetapi COVID 19 menghantam negara ini dengan keras. Sejak awal Jokowi berhasil mengamankan 175 juta dosis vaksin Covid 19 untuk negara yang populasinya 270 juta ini.
Meskipun sebagian besar dosis vaksin berasal dari China yang Sinovac namun justru menumbuhkan kepercayaan internasional serta bagian dari upaya mengirim sinyal politik yang lebih luas kepada dunia. Jokowi secara geopolitik (kebijakan luar negerinya) bijaksana yakni dengan bijak menjaga hubungan baik dengan China dan AS karena persaingan kekuatan besar dunia itu dianggap sebagai momentum yang bagus untuk Indonesia. Jokowi mengatakan kepada saya bahwa dia telah mendorong AS untuk berinvestasi lebih banyak di Indonesia, karena investasi China telah jauh lebih besar dalam beberapa tahun terakhir.
China berpartisipasi dalam banyak proyek infrastruktur di Indonesia termasuk proyek kereta api Jakarta Bandung, zona ekonomi khusus pariwisata di Jawa, pembangkit listrik tenaga air Kayan di Kalimantan Utara, perluasan pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera, dan pengembangan Bandara Internasional Lembeh di Sulawesi. Kita hidup di zaman paradoks. Ilmu sosial modern telah membekali kita dengan semua pengetahuan yang kita butuhkan untuk memerintah dengan baik namun bahkan beberapa negara demokrasi kaya memilih penipu sebagai pemimpin seperti pendahulu Biden yakni Donald Trump dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.
Inilah mengapa keberhasilan Jokowi patut diapresiasi lebih luas. Dunia dapat belajar banyak dari model pemerintahan Jokowi yang baik.